Penelitian ini dilatar belakangi oleh Kondisi geologi menarik. Termasuk dalam zona pegunungan kendeng, yang paling khas mewakili pola struktur jawa di Jawa Timur.mengaplikasi disiplin ilmu Geologi Struktur.
Lokasi penelitian tepatnya berada pada utara kota ngawi, yang bagian utaranya merupakan perbatasan antara kab ngawi(jawa timur) dengan kab blora (jawa tengah). secara geografis dibatasi oleh koordinat:
111° 22’ 04” BT – 111° 28’ 01” BT
07° 18’ 09” LS – 07° 23’ 33” LS
111° 22’ 04” BT – 111° 28’ 01” BT
07° 18’ 09” LS – 07° 23’ 33” LS
Fisiografi
Berdasarkan pembagian fisiografi yang bibuat oleh Van Bemmelen, 1949.daerah penelitaian termasuk kedalam Zona kendeng/pengunungan kendeng dimana zona ini merupakan zona antiklinorium yang berarah barat-timur.
Stratigrafi
Daerah penelitian termasuk kedalam peta geologi lembar Ngawi yang dipetakan oleh (M.Datun dkk, 1996)
HASIL PENELITIAN
Penyebaran litologi
Daerah penelitian dibagi kedalam lima satuan batuan, yang dikelompokan berdasarkan litostratigrafi.
Daerah penelitian dibagi kedalam lima satuan batuan, yang dikelompokan berdasarkan litostratigrafi.
Analisis lansat dan topografi
Analisi ini menunjukan adannya sejumlah kelurusan dari adanya punggungan/tinggian, lembah/rendahan dan sungai, yang mana keberadanya diperkirakan sebagai indikasi dari keberadaan struktur geologi.
Struktur geologi daerah penelitian
KEKAR
Dari hasil pengambilan data lapangan didapat beberapa lokasi pengukuran kekar, dimana penentuan lokasi sendiri berdasarkan keberadaan interpertasi keluarusan lansat yang telah dilakukan pada tahapan awal. Dari pengamatan lapangan kekar yang berkembang didaerah penelitian secara genetik termasuk kedalam kekar gerus (shear Joint), yang terbentuk akibat adanya gaya kompresi. Dari data kekar ini juga dilakukan proses analisi dengan memproyeksikan kedalam stereogram dan rosset diagram, dari analisis dapat disimpulkan bahwa kekar di daerah penelitian berkembang secara abstrak atau memiliki pola yang berbeda – beda setiap lokasi pengamatan.
LIPATAN
Lipatan secara intensif terjadi pada satuan batupasir dan satuan batulempung. Berdasarkan rekontruksi pola jurus perlapisan batuan memperlihatkan kecendrungan arah umum dari sumbu lipatan relatif Barat-Timur. didaerah penelitian terdapat 9 jalur lipatan.
Dilihat dari unsur geometri setiap jalur lipatan terhadap lipatan lainya, maka antara jalur lipatan satu terhadap lipatan lainya dianggap memiliki suatu kesamaan karakter, yang membentuk suatu sistem lipatan didaerah penelitian, jalur – jalur lipatan di bagian utara mempunyai hubungan lipatan yang lebih rapat dibandingkan di bagian tengah daerah penelitian. Berdasarkan kesamaan karakter geometri dan jalur lipatan, maka dapat disimpulakan lipatan–lipatan didaerah penelitian berasal dari suatu generasi deformasi dan periode tektonik yang sama.
Berdasarkan arah jalur lipatan yang relatif Barat - Timur dapat disimpulkan bahwa, tegasan yang membentuk lipatan di daerah penelitian bersifat kompersi dengan orientasi relatif Utara - Selatan tepatnya N 0100E - N 1900E
Lipatan secara intensif terjadi pada satuan batupasir dan satuan batulempung. Berdasarkan rekontruksi pola jurus perlapisan batuan memperlihatkan kecendrungan arah umum dari sumbu lipatan relatif Barat-Timur. didaerah penelitian terdapat 9 jalur lipatan.
Dilihat dari unsur geometri setiap jalur lipatan terhadap lipatan lainya, maka antara jalur lipatan satu terhadap lipatan lainya dianggap memiliki suatu kesamaan karakter, yang membentuk suatu sistem lipatan didaerah penelitian, jalur – jalur lipatan di bagian utara mempunyai hubungan lipatan yang lebih rapat dibandingkan di bagian tengah daerah penelitian. Berdasarkan kesamaan karakter geometri dan jalur lipatan, maka dapat disimpulakan lipatan–lipatan didaerah penelitian berasal dari suatu generasi deformasi dan periode tektonik yang sama.
Berdasarkan arah jalur lipatan yang relatif Barat - Timur dapat disimpulkan bahwa, tegasan yang membentuk lipatan di daerah penelitian bersifat kompersi dengan orientasi relatif Utara - Selatan tepatnya N 0100E - N 1900E
Dalam mengklasifikasi lipatan digunkan klasifikasi lipatan yang dibuat oleh Fleuty, 1964. dimana kalifikasi ini berdasarkan dari sudut interlimb dan plunge.
SESAR
Rekontruksi struktur sesar merupakan hasil dari pengukuran dan analisis data struktur geologi di lapangan dan di studio, didasarkan pada penafsiran kelurusan citra lansat, kedudukan lapisan yang tidak normal, cermin sesar (slicken side), seretan sesar (drag), pergeseran (offset litologi), kekar, ataupun petunjuk-petunjukan lain. Indikasi-indikasi sesar tersebut untuk menentukan gerak relatif dari sesar yang selanjutnya digunakan untuk mengetahui tafsiran mengenai tektonik daerah penelitian.
Berdasarkan indikasi - indikasi sesar yang ditemui di lapangan, maka disimpulkan terdapat empat struktur sesar yang berkembang di lapangan, yaitu:
1. Sesar Kalikangkung2. Sesar Kalangan
3. Sesar Nglebak
4. Sesar Dumplengan
Dalam mengklasifikasikan sesar daerah penelitian digunakan klasifikasi sesar yang dibuat oleh Rickard, 1972
Sesar kalikangkung
Sesar kalangan
Sesar Nglebak
Sasar Dumplengan
Tinjauan Tektonik Daerah Penelitian
Pola struktur yang terjadi di daerah penelitian sangatlah erat hubungannya dengan tektonik yang terjadi secara regional, dimana kepulauan Indonesia berada pada titik pertemuan antara lempeng Eurasia dengan lempeng Samudra Hindia di barat dan lempeng Australia dengan lempeng Samudra fasifik di timur. Interaksi dari lempeng ini telah menghasilakan suatu tatanan geologi yang rumit untuk wilayah kepulauan Indonesia.
Daerah penelitian sendiri merupakan bagian dari pulau jawa yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan gerak lempeng samudera Hindia yang memiliki vektor dengan arah N100E - N200E sedangkan lempeng Eurasia berarah N2460E. (Asikin,1976). Kedua gaya tersebut bekerja dalam arah yang berlawanan sehingga membentuk gaya kompresi resultan pada arah N140E (Situmorang,1975) yang mengakibatkan di Pulau Jawa terbentuk perlipatan dan pensesaran.
Daerah penelitian sendiri merupakan bagian dari pulau jawa yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan gerak lempeng samudera Hindia yang memiliki vektor dengan arah N100E - N200E sedangkan lempeng Eurasia berarah N2460E. (Asikin,1976). Kedua gaya tersebut bekerja dalam arah yang berlawanan sehingga membentuk gaya kompresi resultan pada arah N140E (Situmorang,1975) yang mengakibatkan di Pulau Jawa terbentuk perlipatan dan pensesaran.
Gambar Tunjaman lempeng samudera Hindia terhadap lempeng Eurasia di
Pulau Jawa pada jaman Tersier sampai sekarang dalam orogenesa
sunda, (Simandjuntak & Barber,1996)
Pulau Jawa pada jaman Tersier sampai sekarang dalam orogenesa
sunda, (Simandjuntak & Barber,1996)
Srtuktur pada pulau jawa telah banyak dipelajari oleh para peneliti terdahulu, dimana pulau jawa menunjukan tiga pola struktur penting, yaitu: Pola Meratus (Timur Laut–Baratdaya), Pola Sunda (Utara–Selatan) dan Pola Jawa (Barat–Timur), ketiga pola struktur ini terlihat saling memotong.
Daerah penelitian yang termasuk dalam zona kendeng (Van Bemmelen,1949) juga sering disebut Pegunungan Kendeng dianggap mewakili Pola Jawa yang paling khsa pada daerah Jawa Timur. Pola ini bearah Barat–Timur yang umumnya diwakili oleh sesar–sesar naik yang beranjak ke utara atau timur laut (Soejono,1989).
Struktur geologi yang terjadi didaerah penelitian terjadi pada kala Pliosen – Plistosen. Hal ini didasarkan pada kajian stratigrafi batuan atau satuan batuan yang menyusun daerah ini dan telah mengalami deformasi, yaitu pada satuan batu pasir dan batu lempung yang berumur berkisar pada miosen akhir – pliosen.
Apabila dilihat dari keseragaman arah tegasan maksimum dari struktur-strukur yang ada di daerah penelitian, dari tegasan utama lipatan yang berarah relatif Utara – Selatan N100E- N1900E yang menyebabkan terbentuknya lipatan dan sesar didaerah penelitian. Untuk mengetahui pembentukan sistem lipatan dan sesar daerah penelitian dapat mengacu pada Moddy & Hill (1956) yang menjelaskan urutan terbentuknya struktur geologi antara lain sebagai berikut:
1. Gaya kompresi akan membentuk suatu lipatan dengan kemiringan perlapisan yang bervariasi, tergantung dari sifat plastisitas massa batuan tersebut.
2. Apabila gaya tektonik terus menekan sehingga batas plastisitas batuan terlampaui, maka akan terbentuk rekahan–rekahan yang disusul oleh sesar naik dan sesar mendatar (sinistral dan dekstral)
3. Gaya tektonik yang masih terus bekerja akan menyebabkan dominannya gaya vertikal dan akan timbul sesar normal sebagai penyeimbang.
Berdasarkan tahapan proses yang dikemukakan oleh Moody & Hill (1956), maka disimpulkan deformasi pada daerah penelitian dapat dibagai menjadi tiga fase, yaitu :
• Fase pertama berupa perlipatan yang mengakibatkan terbentuknya lipatan antiklin dan sinklin yang memiliki arah umum Barat – Timur sampai Barat Baratlaut – Timur Tenggara.
• Fase kedua berupa pensesaran, akibat telah berubahnya deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena batuan telah melampaui batas plastisitasnya. Hal ini menyebabkan terbentuknya sesar naik Kalikangkung dan Kalangan.
• Fase ketiga berupa pergeseran, akibat interaksi friksi atau sudut geser dalam batuan yang mengakibatkan terjadinya sesar-sesar geser berarah relatif Bartalaut-Tenggara yakni, sesar mendatar Nglebak dan Dumplengan.
Apabila dilihat dari keseragaman arah tegasan maksimum dari struktur-strukur yang ada di daerah penelitian, dari tegasan utama lipatan yang berarah relatif Utara – Selatan N100E- N1900E yang menyebabkan terbentuknya lipatan dan sesar didaerah penelitian. Untuk mengetahui pembentukan sistem lipatan dan sesar daerah penelitian dapat mengacu pada Moddy & Hill (1956) yang menjelaskan urutan terbentuknya struktur geologi antara lain sebagai berikut:
1. Gaya kompresi akan membentuk suatu lipatan dengan kemiringan perlapisan yang bervariasi, tergantung dari sifat plastisitas massa batuan tersebut.
2. Apabila gaya tektonik terus menekan sehingga batas plastisitas batuan terlampaui, maka akan terbentuk rekahan–rekahan yang disusul oleh sesar naik dan sesar mendatar (sinistral dan dekstral)
3. Gaya tektonik yang masih terus bekerja akan menyebabkan dominannya gaya vertikal dan akan timbul sesar normal sebagai penyeimbang.
Berdasarkan tahapan proses yang dikemukakan oleh Moody & Hill (1956), maka disimpulkan deformasi pada daerah penelitian dapat dibagai menjadi tiga fase, yaitu :
• Fase pertama berupa perlipatan yang mengakibatkan terbentuknya lipatan antiklin dan sinklin yang memiliki arah umum Barat – Timur sampai Barat Baratlaut – Timur Tenggara.
• Fase kedua berupa pensesaran, akibat telah berubahnya deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena batuan telah melampaui batas plastisitasnya. Hal ini menyebabkan terbentuknya sesar naik Kalikangkung dan Kalangan.
• Fase ketiga berupa pergeseran, akibat interaksi friksi atau sudut geser dalam batuan yang mengakibatkan terjadinya sesar-sesar geser berarah relatif Bartalaut-Tenggara yakni, sesar mendatar Nglebak dan Dumplengan.
Dari pembahasan diatas, dilihat dari keseragaman tegasan utama daerah penelitian diketahui bahwa sesar dan lipatan yang terjadi didaerah penelitian bersal dari satu tegasan utama yang sama dengan arah relatif Utara – Selatan yang bersifat regional selaras dengan arah lipatan umum Pulau Jawa, dengan kata lain bahwa lipatan dan sesar yang terdapat di daerah penelitian terjadi dalam satu perode tektonik.
note: penelitian ini dilakukan pada bulan maret-agustus 2009 yang melewati berbagai kesusahan, dalam penyelesainnya saya dibantu oleh lurah beserta keluarga dan warga desa dumplengan, yang merukan suatu desa dilokasi daerah penelitian yang sangat ramah dan baik, selain itu banyak sekali bantuan teman-teman satu perjuangan angkatan 05 FTG UNPAD yang sangat membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
saya sangat bersyukur pada akhirnya saya dapat menyelasaikan penelitian ini hingga saya dapat menjadi seorang sarjana yang merupakan sebagian kecil harapan dari orang tua, semua yang dilakukan saya persebahkan sepenuhnya kepada kedua orang tua saya, Mama dan Bapak serta Abang yang memberi semangat kepada saya untuk kuliah ditanah jawa...
.......terimakasaih semua.... I LOVE U FULL